Kebijakan Tabungan Perumahan Wajib Tapera Picu PHK Massal: Think-Tank

Kebijakan tabungan perumahan wajib, yang dikenal sebagai Tapera, baru-baru ini memicu perdebatan signifikan di Indonesia. Menurut lembaga pemikir ekonomi Celios, kebijakan ini diproyeksikan menyebabkan kehilangan pekerjaan dalam jumlah besar, yang berpotensi mempengaruhi ratusan ribu pekerja di seluruh negeri.

Tinjauan Kebijakan Tapera

Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menandatangani peraturan pemerintah yang mengatur skema perumahan nasional, Tapera. Peraturan ini mewajibkan pemotongan gaji sebesar 3 persen dari pegawai negeri dan swasta, serta pekerja lepas. Pemberi kerja bertanggung jawab untuk menanggung 0,5 persen dari biaya ini, sementara karyawan harus membayar sisanya sebesar 2,5 persen. Meskipun bertujuan baik, skema ini memicu kekhawatiran dan kritik yang luas.

PHK dan Dampak Ekonomi

Peringatan dari Celios

Laporan terbaru dari Celios menyoroti dampak ekonomi signifikan dari kebijakan Tapera. Lembaga pemikir ini memperkirakan kehilangan sekitar 466.830 pekerjaan karena perusahaan diperkirakan akan mengurangi konsumsi dan investasi.

“Ini menunjukkan bahwa kebijakan Tapera memiliki dampak negatif pada ketenagakerjaan karena perusahaan akan mengurangi konsumsi dan investasi. Kami menyadari bahwa [kebijakan ini] akan sedikit meningkatkan pendapatan negara bersih sebesar Rp 20 miliar [sekitar $1,2 juta], tetapi keuntungan ini masih sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi di sektor lain,” kata Bhima Yudhistira, direktur eksekutif Celios.

Penurunan PDB dan Surplus Bisnis

Direktur bidang ekonomi Celios, Nailul Huda, memberikan wawasan lebih lanjut tentang dampak ekonomi dari kebijakan Tapera. Estimasi menunjukkan penurunan sebesar Rp 1,21 triliun dalam produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Surplus bisnis diperkirakan menurun sebesar Rp 1,03 triliun, yang akan berdampak langsung pada pendapatan karyawan dan daya beli secara keseluruhan.

“[Estimasi kami] menunjukkan bahwa surplus bisnis akan mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun, dan ini akan mempengaruhi pendapatan karyawan. Dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar, ini berarti daya beli masyarakat melemah dan menurunkan permintaan di banyak sektor bisnis,” jelas Huda.

Kekurangan Perumahan dan Efektivitas Kebijakan

Pemerintah memperkenalkan kebijakan Tapera sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan perumahan nasional. Namun, Huda meragukan efektivitasnya dalam mengatasi masalah tersebut. Dia mencatat bahwa penurunan kekurangan perumahan sebelumnya lebih disebabkan oleh perubahan gaya hidup di kalangan generasi muda, yang lebih suka berpindah-pindah daripada menetap di satu tempat.

Rekomendasi untuk Perbaikan

Menanggapi dampak negatif yang diperkirakan, Celios mengajukan beberapa rekomendasi untuk menyempurnakan kebijakan Tapera:

  • Penerapan yang Ditargetkan: Kebijakan ini sebaiknya wajib hanya untuk pegawai negeri, polisi, dan anggota militer, sementara bersifat opsional untuk pekerja formal dan pekerja lepas.
  • Transparansi dan Tata Kelola: Celios menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana, merekomendasikan keterlibatan aktif dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan tata kelola yang lebih baik.
  • Prioritas Belanja Publik: Lembaga pemikir ini menyarankan pemerintah untuk memfokuskan belanja publik pada penyediaan rumah bagi rakyat, daripada proyek-proyek besar dengan dampak terbatas, seperti pembangunan ibu kota baru.

Kebijakan Tapera, meskipun bertujuan untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia, menimbulkan risiko signifikan terhadap ketenagakerjaan dan stabilitas ekonomi menurut Celios. Dengan menerapkan kebijakan yang ditargetkan, meningkatkan transparansi, dan memprioritaskan belanja publik yang berdampak besar, pemerintah dapat mengurangi dampak negatif ini dan mencapai hasil ekonomi dan sosial yang lebih seimbang.