Eksklusif: Ibu Memohon Anaknya Tidak Bersalah dalam Kasus Pembunuhan Vina-Eki

Kartini, 48, ibu dari Pegi Setiawan alias Perong, tersangka kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan pacarnya, Muhammad Rizky “Eki” Rudiana tahun 2016, menegaskan putranya bukan pembunuh atau anggota geng motor. seperti yang dituduhkan polisi.

Dalam kunjungannya, Pegi meyakinkan ibunya bahwa dia tidak melakukan kejahatan yang dituduhkan polisi kepadanya.

“’Bu, jika terjadi sesuatu setelah ibu pergi, jika saya tidak berumur panjang, saya minta maaf kepada ibu dan ayah. Saya dikambinghitamkan oleh orang-orang penting dan pejabat. Saya tidak melakukan apa-apa. Jika saya mati, saya mati a syahid,'” kenang Kartini, senada dengan ucapan putranya saat menjenguknya di Mapolda Jabar, Kamis.

“Di mata saya, Pegi hanyalah orang yang bekerja untuk menafkahi adik-adiknya. Dia sudah lama bekerja di bidang konstruksi di Bandung,” kata Kartini dalam wawancara eksklusif dengan Beritasatu.com, adik penerbitan The Jakarta Globe, Jumat. .

Vina, siswi SMK kelas dua saat itu, menjadi korban geng motor di Jalan Raya Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Jenazahnya, bersama Eki, ditemukan di trotoar. Awalnya dikategorikan sebagai insiden kendaraan, penyelidikan selanjutnya mengungkap pembunuhan dan kekerasan seksual.

Kasus ini mendapat perhatian baru setelah dirilisnya film “Vina: Sebelum 7 Hari” pada tanggal 8 Mei yang menggambarkan kejadian tersebut. Film ini telah ditonton oleh 5 juta penonton sejak dirilis.

Polda Jabar membenarkan penangkapan Pegi di Bandung, Jawa Barat, pada Rabu, setelah delapan tahun buron.

“Sebelum penangkapan tidak ada petugas polisi yang datang ke rumah kami. Dan saat penangkapan terjadi di Bandung, tidak ada yang datang ke rumah,” kata Kartini.

Pada tahun 2016, saat pembunuhan Vina dan Eki, Kartini mengatakan Pegi sedang bekerja di Bandung sebagai kuli bangunan bersama ayah dan tiga saudara laki-lakinya.

Dia menjelaskan, Pegi tidak mengenal delapan terpidana yang sudah menjalani hukuman untuk kasus yang sama. Dia juga belum pernah melihat Pegi mengenakan pakaian atau aksesoris yang berhubungan dengan geng.

Kartini meyakini Pegi salah ditangkap polisi yang masih mengejar dua buronan lainnya, Andi, 30, dan Dani, 28.

“Sebagai seorang ibu, ketika saya bertemu Pegi di Mapolres, saya bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu melakukannya?’”

Pegi menjawab, ‘Tidak, demi Allah, demi Nabi, aku bekerja untuk menafkahi saudara-saudaraku.’

“Hatiku hancur. Aku berkata kepadanya, ‘Insya Allah, Allah mengetahui yang sebenarnya. Jika kamu tidak bersalah, kamu tidak perlu khawatir. Biarkan mereka memukulmu dan memaksamu untuk mengaku. Kata-katamu harus tetap sama, meskipun kamu terpaksa atau harus mati,” kata Kartini.

Jogie Nainggolan, pengacara yang mewakili lima dari delapan terpidana, mempertanyakan minimnya bukti forensik selama penyidikan, khususnya terkait tes DNA.

Saka Tatal, salah satu dari delapan terpidana, baru-baru ini mengaku bersalah dalam hukuman. Dia baru berusia 15 tahun ketika dia ditangkap dan dipaksa mengakui kejahatannya. Ia divonis hukuman 8 tahun penjara namun dibebaskan pada tahun 2020, sedangkan lainnya mendapat hukuman penjara seumur hidup. “Saya berada di rumah bersama keluarga dan teman-teman malam itu, tidak menyadari kejahatan tersebut,” Saka, kini berusia 23 tahun, mengatakan kepada BTV.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima permintaan perlindungan saksi terkait kasus pembunuhan tersebut. Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas mengatakan, pihaknya tengah mengkaji permohonan perlindungan yang diajukan seorang saksi.